Hari Raya Kuningan: Rangkaian Hari Raya Galungan yang tanpa sadar kita nomor duakan. Simak ulasannya di bawah ini.
Bicara soal hari raya umat Hindu di Bali, Nyepi dan Galungan tentu menjadi momen yang paling semarak dibandingkan dengan hari raya lainnya. Terlepas memang momen tersebut merupakan sebuah momen yang monumental bagi umat Hindu sehingga barang tentu sudah menjadi hari yang paling ditunggu-tunggu.
Perayaan hari raya tentu memiliki keberagaman di kalangan umat Hindu itu sendiri. Daerah satu dan lainnya memiliki ciri khas tersendiri meskipun secara umum terlihat sama. Semeton mungkin melihat dan menyadari diri kita sendiri dan keluarga mereka punya tradisi-tradisi unik yang berbeda antara keluarga-keluarga lainnya di Bali.
Menomor Duakan Kuningan
Begitu juga saat perayaan hari raya Kuningan. Kita semua tahu kalau Kuningan masih merupakan rangkaian hari raya Galungan. Namun semarak yang dirasakan cukup berbeda, kadang terkesan dinomor duakan. Mungkin kalian pernah dengar “Kuningan gak pulang, udah pas Galungan aja”. Terdengar sepele namun sejatinya kita sedang menomor duakan hari raya yang satu ini. Kuningan memang terkesan singkat dan cepat karena sebelum jam 12 semua persembahyagan sudah harus selesai. Dipercaya setelah jam 12 para Dewa dan Leluhur sudah kembali ke alam mereka dan tidak berada di Bumi. Maka dari itu Kuningan berlangsung sangat kilat.
Nah berikut ini kita akan membahas apa sih makna hari raya Kuningan. Yuk simak selengkapnya di bawah ini.
Makna Hari Raya Kuningan
Hari Kuningan menandai kembalinya roh leluhur ke alam mereka setelah berkunjung ke dunia. Selama Kuningan, umat Hindu Bali percaya bahwa leluhur mereka turun dari surga untuk menerima persembahan dan memberikan berkah kepada keluarga mereka. Karena itu, umat Hindu memberikan persembahan sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan kepada leluhur yang telah memberikan perlindungan selama ini.
Persembahan Kuningan
Pada Hari Raya Kuningan, persembahan yang khas disebut *canang* dan *banten* dipersiapkan dan diletakkan di pura, rumah, serta tempat-tempat suci lainnya. Salah satu ciri khas persembahan pada Kuningan adalah penggunaan biji beras kuning, yang melambangkan kemakmuran, kebahagiaan, dan keberkahan. Persembahan ini juga mencakup makanan, buah-buahan, bunga, dan simbol-simbol lain yang terkait dengan kesejahteraan. Selain itu, sebuah hiasan unik yang disebut *tamiang* (bentuk lingkaran seperti perisai) dan *endongan* (simbol kantung persembahan) biasanya digunakan dalam upacara. Tamiang melambangkan perlindungan spiritual, sedangkan endongan melambangkan bekal untuk perjalanan kembali ke alam roh.
Ritual pada Hari Kuningan
Pada pagi hari Kuningan, umat Hindu Bali akan pergi ke pura-pura dan tempat suci untuk berdoa, memohon keselamatan dan kesejahteraan. Ritualnya harus dilakukan sebelum siang hari, karena diyakini bahwa para dewa dan leluhur hanya berada di bumi hingga tengah hari. Oleh karena itu, upacara dan persembahan Kuningan biasanya selesai sebelum tengah hari. Selain di pura, masyarakat juga membuat persembahan di rumah masing-masing. Tempat-tempat tertentu, seperti dapur, juga mendapatkan persembahan khusus sebagai penghormatan kepada Dewi Sri, dewi kesuburan dan panen.
Simbol Kuningan
Kuningan berasal dari kata *kuning*, yang dalam agama Hindu Bali melambangkan kebahagiaan, kemakmuran, dan kesejahteraan. Warna kuning sering digunakan dalam dekorasi, persembahan, dan busana pada saat perayaan ini. Hal ini mencerminkan harapan umat Hindu untuk mendapatkan berkah berupa kedamaian dan kemakmuran dari para leluhur dan dewa.
Hubungan dengan Galungan
Hari Raya Kuningan selalu jatuh 10 hari setelah Hari Raya Galungan, yang merupakan perayaan kemenangan dharma (kebaikan) atas adharma (kejahatan). Jika Galungan adalah waktu ketika leluhur turun ke dunia, maka Kuningan adalah waktu ketika mereka kembali ke alam surgawi. Keduanya saling melengkapi dalam siklus ritual dan memiliki makna spiritual yang mendalam bagi umat Hindu di Bali. Perayaan Kuningan tidak hanya menjadi kesempatan untuk mengingat leluhur, tetapi juga untuk memperbarui komitmen spiritual umat Hindu terhadap dharma, serta mengharapkan berkah untuk kehidupan yang lebih baik.
Kembali lagi, perayaan Kuningan di berbagai daerah di Bali cukup beragam. Ada yang begitu semarak namun ada juga yang terkesan biasa saja. Contoh saja di beberapa desa di Bali mereka memiliki tradisi khusus saat hari raya Kuningan, Ada Mesuryak di desa Bongan, Mekotek di Desa Munggu dan masih banyak lainnya. Dengan tradisi tersebut Kuningan terasa semakin semarak dan tidak pernah dijadikan atau dinomor duakan.
Nah kalau di desa semeton tradisi Kuningan seperti apa nih? Yuk share di kolom komentar.
Sekian dulu ulasan hari raya Kuningan kali ini. Jangan lewatkan ulasan menarik lainnya tentang budaya dan liburan di Bali hanya di www.jalanmelali.com